HAMA PENYAKIT UTAMA JAGUNG DAN PENGENDALIANNYA
SECARA BIOLOGIS
Surtikanti
Balai Penelitian Tanaman Serealia
Jln. DR. Ratulangi 274 Maros, 90514
Rendahnya hasil jagung disebabkan oleh banyak factor,
diantaranya faktor abiotis (iklim, jenis tanah dan lahan) dan faktor biotis
(varietas, hama, penyakit dan gulma), serta faktor sosial ekonomi.
Hama dan
penyakit merupakan kendala dalam peningkatan produksi jagung. Hama utama
pada tanaman jagunga adalah hama penggerek batang Ostrinia furnacalis Gueene dan
penggerek tongkol Helicoverpa armigera Hubn.
Penggerek batang O.
furnacalis hadir di pertanaman pada umur
tanaman antara 15 – 42 hari setelah tanam. Telur diletakkan ngengat betina pada
tulang daun bagian bawah dari tiga daun teratas.Seekor ngengat betina mampu
bertelur 300-500 butir dalam bentuk berkelompok, satu kelompok bervariasi
jumlahnya.Setelah 6-9 hari baru menetas, ulat-ulat yang baru menetas disebut
larva instar I masih bergerombol, kemudian berpencaran menyebar menuju bunga
jantan, dan ada pula yang langsung menggerek
tulang daun yang telah terbuka.Larva-larva instarII dan III menuju batang dan
akan menggerek batang membentuk lorong
menuju ke atas, setelah menuju bagian atas, larva akan turun kebuku bagian
bawah untuk berubah menjadi pupa di dalam batang. Hal inilah yang dapat
menyebabkan batang tanaman patah, kemudian mati karena translokasi hara dari
akar ke daun terhambat. Siklus hidup dari penggerek batang berkisar 22-45 hari
(Kalshoven,1981).Kehilangan hasil akibat serangan penggerek batang dapat mencapai 80%
(Yasin,2008).
Pengendalian
penggerek batang dapat dilakukan dengan cara pelepasan parasitoid Trichogramma spp. Hasil survey diketahui
bahwa tingkat parasitasi Trichogramma spp.dapat
mencapai 81% di Takalar pada varietas Bisma (Nurnina,2003).
Penggerek
tongkol Helicoverpa armigera mulai
muncul di pertanaman pada fase generatif
43-70 hari setelah tanam. Ngengat H.
armigera aktif pada malam hari,ngengat betina meletakkan telurnya secara
tunggal pada umur tanaman 45-56 hari setelah tanam bersamaan dengan munculnya
rambut tongkol, dan mampu bertelur 600-1000 butir. Telur baru menetas setelah 4-7
hari.Larva ini selain menyerang tongkol juga menyerang pucuk dan menyerang
malai sehingga bunga jantan tidak terbentuk yang mengakibatkan hasil biji
berkurang. Stadia pupa ada di dalam tongkol, siklus hidupnya berkisar 36-45
hari (Kalshoven,1981). Kehilangan hasil yang disebabkan serangan H. armigera dapat mencapai 10%
(Yasin,2008).
Pengendalian
penggerek tongkol dapat dilakukan dengan cara pelepasan parasitoid Trichogramma spp.Hasil uji coba di
laboratorium didapatkan bahwa T.
evanescens dapat memarasit telur penggerek tongkol sebesar 92,3% (Pabbage et al.,2001).Untuk di lapang belum ada
data.
Penyakit
bulai merupakan penyakit utama tanaman jagung yang disebabkan oleh cendawan Peronosclerospora sp.Cendawan ini aktif menginfeksi pada suhu udara
27oC keatas dengan Rh yang tinggi.Gejala yang ditimbulkan
adalah (1) pada tanaman yang berumur 2-3 minggu, daun kecil dan runcing, kaku ,
pertumbuhan batang terhambat, warna daun kekuningan, sisi bawah daun terdapat
lapisan spora cendawan berwarna putih; (2) pada tanaman berumur 3-5 minggu,
tanaman yang terserang mengalami gangguan pertumbuhan, daun terlihat
berklorotik, dimulai dari bagian pangkal daun, tongkol berubah bentuk;(3) pada
tanaman dewasa terdapat garis-garis kecoklatan pada daun tua (Agrios,1997;Lucas,1998).
Konidium yang masih muda berbentuk bulat, dan yang sudah masak
dapat menjadi jorong, dengan ukuran 12 – 19 x 10 – 23 µm dengan rata-rata 19,2
x 17,0 µm untuk P. maydis sedangkan untuk P. philippinensis ukuran konidiofornya 260 – 580 µm, konidiumnya
berukuran 14 – 55 x 8 – 20 µm dengan rata-rata 33,0 x 13,3 µm. Adanya benang-benang cendawan dalam ruang
antarselnya maka daun-daun tampak kaku, agak menutup, dan lebih tegak
(Semangun, 2004).
Siklus hidup, cendawan ini tidak
dapat bertahan hidup secara saprofitik, tidak terdapat tanda-tanda bahwa
cendawan bertahan dalam tanah.Pertanaman dibekas pertanaman yang terserang
berat oleh bulai dapat sehat sama sekali. Oleh karena itu cendawan terus
bertahan dari musim ke musim pada tanaman hidup (Semangun, 2004). Kehilangan
hasil akibat serangan bulai pada tanaman jagung dapat mencapai 30%, bahkan
dapat mencapai kerusakan tanaman 100% (Yasin,2008).
Pengendalian
secara biologis belum diketahui.Komponen
pengendalian penyakit bulai pada jagung ada lima yaitu( 1) perlakuan fungisida
metalaksil pada benih jagung; (2)menanam varietas jagung tahan penyakit bulai; (3).
eradikasi tanaman jagung terserang penyakit bulai;(4 ). penanaman jagung secara
serempak dan(5). periode bebas tanaman jagung (Wakman ,Talanca dan Surtikanti ,
2008).
DAFTAR PUSTAKA
Agrios,G.N. 1997. Plant Pathology. Fourth
Edition.Academic Press.San Diego,California..
Kalshoven, L.G.E. 1981. Pest of in Indonesia.
Resived and translated by P.A. van der Laan, University of Amsterdam. PT
Ichtiar Baru, van Hoeve, Jakarta. 701 hal.
Lucas,J.A. 1998. Plant Pathology and
Pathogens. 3rd Edition. Blackwell Science.
Nurnina,N. 2003. Tingkat parasitasi Trichogramma evanescens terhadap telur
penggerek batang jagung. Berita Puslitbangtan No.27,Oktober 2003. Hal.5-6.
Pabbage,MS., N.Nonci dan D.Baco. 2001.
Daya parasitasi beberapa jenis Trichogrammatidae terhadap telur penggerek
tongkol jagung Helicoverpa armigera.
Berita Puslitbangtan no.22.,
Semangun,H. 2004. Penyakit-penyakit Tanaman Pangan di Indonesia. Gajah
Mada University Press. 449 hal.
Wasmo,W., A.H.Talanca and
Surtikanti, 2008. Downy Mildew Disease Outbreak
in West Kalimantan Province ,
Indonesia in 2007. 4 pp.
Yasin,M. 2008. Major Pest and Disease.
Technology Innovation Supporting Maize Production. Indonesian Center for Food
Crops Research and Development, Indonesian Cereals Research Institute.pp.17-18.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar